Pemerintah
dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian
Pertanian telah melarang penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan atau growth promoter mulai 1
Januari 2018. Kebijakan itu mengacu pada amanat UU No. 41 tahun 2014 Jo. UU No
18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan.
Hal ini disampaikan Direktur Kesehatan Masyarakat
Veteriner Syamsul Ma'arif dalam sarasehan dengan peternak yang mengangkat tema
Penggunaan Antibiotik yang Bijak Menghasilkan Produk Unggas yang Sehat di Solo,
seperti dikutip dari keterangan resmi pada Minggu (19/11/2017).
Antibiotik pada dunia
kedokteran hewan perunggasan pada dasarnya dapat diberikan untuk empat tujuan :
Terapeutik, artinya antibiotik diberikan kepada hewan sakit agar sembuh dari
agen penyakit kausatifnya. Metafilaksis (kontrol), artinya antibiotik diberikan
kepada hewan suspek pada daerah yang ditemukan penyakit agar mengurangi
penyebaran penyakit. Profilaksis (pencegahan), artinya antibiotik diberikan
kepada hewan sehat untuk memberikan proteksi agar tidak terkena penyakit. Antibiotic Growth Promoter / AGP (antibiotik
imbuhan pakan), artinya antibiotik diberikan untuk mengeliminir bakteri
merugikan saluran pencernaan agar mendapatkan bobot badan serta rasio konversi
pakan yang lebih baik.
Penggunaan AGP pada
Unggas
AGP sendiri diberikan pada
unggas dengan dosis sub-terapeutik atau dibawah dosis normal untuk terapi.
Karena target AGP sendiri adalah kepada bakteri pada permukaan saluran
pencernaan, sehingga pemberian dosis sub-terapeutik diharapkan tidak
terdistribusi jauh hingga ke dalam organ dan tidak meninggalkan residu pada
daging dan telur saat dipanen. Kelarutan dari jenis antibiotik juga berpengaruh
terhadap distribusi obat tersebut di dalam tubuh, seperti contoh AGP jenis
Flavomisin yang larut air dan polar menyebabkan pemberian dosis tinggi tidak
diserap tubuh dan tidak memelukan waktu henti (withdrawal time)
untuk residu. Berbeda dengan jenis Oksitetrasiklin yang sangat larut lemak dan
tidak polar menyebabkan pemberian dosis rendah tetap diserap tubuh dan
memerlukan waktu henti untuk residu dapat hilang.
AGP Dilarang Penggunaanya
Sejalan dengan kebijakan
WHO untuk mengurangi penggunaan berlebih antibiotik pada peternakan dan
perikanan, pasal 22 ayat 4 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, menyebutkan bahwa melarang
penggunaan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan
pakan. Walaupun undang-undangnya sudah ada, namun hingga tahun ini antibiotik
imbuhan pakan belum sepenuhnya dapat dieliminasi. Hal ini dikarenakan jika
langsung dihilangkan begitu saja, maka industri perunggasan dapat mengalami
krisis. Diantaranya konversi pakan membengkak dan deplesi yang tinggi
akibat Necrosis Enteritis.
Alasan utama pelarangan AGP
adalah karena sudah tingginya kejadian resistensi bakteri terhadap banyak jenis
antibiotik, bahkan antibiotik yang dipersiapkan untuk menangani kasus bakteri
multi-resisten. Sebagai contoh kasus infeksi seperti yang disebabkan oleh VRE
(Vancomycin-resistant Enterococci) atau CRE (Carbapenem-resistant
Enterobacteriaceae) tentu akan sangat sulit untuk diobati. AGP sendiri telah
terbukti dapat menyebabkan resistensi silang antara antibiotik dalam satu
golongan. Sebagai contoh Virginiamisin yang hanya diberikan kepada hewan
sebagai AGP dapat menyebabkan resistensi silang dengan
Quinupristin/Dalfopristin yang merupakan antibiotik second-line pada manusia. Hal ini dikarenakan
keduanya masuk dalam golongan antibiotik yang sama, yakni Streptogramin.
Resistensi silang ini menyebabkan kekebalan bakteri jenis tertentu terhadap
semua jenis antibiotik Streptogramin, walaupun manusia yang terinfeksi bakteri
tersebut belum pernah meminum antibiotik golongan Streptogramin sebelumnya.
Pelarangan AGP Oleh
Berbagai Negara
Di negara besar lainnya sendiri sebenarnya
terdapat beberapa regulasi yang berbeda-beda. Amerika Serikat dan Kanada
melarang penggunaan golongan antibiotik yang penting di manusia sebagai AGP.
Golongan antibiotik yang penting adalah daftar golongan antibiotik yang
dikeluarkan oleh WHO yang dianggap vital bagi manusia karena keefektivitasannya
dalam mengobati penyakit. Prakteknya adalah antibiotik seperti Avoparcin
yang merupakan AGP yang hanya dipakai untuk hewan, namun karena tergolong
antibiotik golongan Glikopeptida (Vancomisin) yang termasuk penting di manusia
sehingga tidak diperbolehkan digunakan sebagai AGP. Sedangkan golongan
antibiotik yang tidak digunakan pada manusia seperti Flavofosfolipol
(Flavomisin / Bambermisin) atau Ionofor masih dapat dipergunakan sebagai AGP.
Tabel 1. Penggunaan
Beberapa Jenis Antibiotik pada Manusia dan Hewan
Golongan
Antibiotik
Persentase Pemakaian
pada Manusia
Persentase Pemakaian
pada Hewan
Penisilin
44%
6%
Sefalosporin
15%
1%
Sulfonamida
14%
3%
Quinolon
9%
> 1%
Makrolida
5%
4%
Tetrasiklin
4%
41%
Ionofor
0%
30%
Sumber : 2011 Summary
Report on Antibiotics Sold or Distributed for Use in Food Producing Animals
Di Eropa sendiri tertanggal
1 januari 2006 telah melarang semua jenis antibiotik yang ditujukan
sebagai Growth Promoter, baik yang digunakan di manusia
ataupun tidak. Artinya AGP seperti Flavomisin juga dilarang dipergunakan.
Walapun demikian, Ionofor (Monensin, Salinomisin, Lasalocid, dll), salah satu
jenis antibiotik yang ditujukan untuk mengatasi koksidia, masih diperbolehkan
digunakan di unggas sebagai pencegahan koksidia dan NE, walaupun penggunaannya
pada ruminansia telah dilarang karena tujuannya lebih sebagai AGP.
Alternatif Pengganti AGP
Sebenarnya telah banyak
penemuan dan produsen obat yang menawarkan pengganti AGP ini, mulai dari enzim,
minyak esensial, asam organik, probiotik, prebiotik, dll yang terbukti dapat
mengeliminir bakteri yang merugikan pada saluran pencernaan. Walaupun demikian,
penggunaanya tanpa perbaikan mutu pakan di feedmill atau
perbaikan manajemen di farm akan sangat tidak mungkin dapat dilakukan demi
mendapatkan performa yang maksimal. Perbaikan di feedmill seperti perbaikan kecernaan pakan atau
manajemen ammonia di farm tentu akan sangat membantu pengganti AGP tersebut
dalam mengontrol flora di saluran pencernaan.
Pada akhirnya, AGP
sebenarnya sangat diperlukan di unggas. Namun karena dampak negatifnya terhadap
manusia, penggunaan antibiotik hendaknya dikembalikan lagi hanya sebagai
terapeutik. Penambahan pengganti AGP, perbaikan pakan di feedmill dan manajemen di farm harus dilakukan
secara holistik untuk menjaga agar performa unggas tetap baik walaupun AGP
telah diberhentikan. Pengawasan penggunaan antibiotik di hewan, baik unggas
khususnya atau hewan lain pada umumnya juga harus lebih diperketat oleh dokter
hewan (antibiotic stedwardship), karena pada prinsipnya kasus
resistensi disebabkan karena pemberian antibiotik yang tidak tepat sasaran.
Pengetahuan dokter hewan mengenai antibiotik juga harus diperdalam, sehingga
pada saat menangani suatu kasus dapat memberikan antibiotik secara akurat,
tepat dan benar, sehingga kejadian resistensi silang dapat ditekan.
Ikan bandeng
(Chanos chanos Forskal ) merupakan salah satu jenis ikan air payau yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Jenis Ikan ini sudah dikenal oleh masyarakat
luas karena merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi
yang cukup tinggi serta ditunjang dengan rasanya yang enak dan memiliki
kandungan kolesterol yang rendah sehingga aman untuk kesehatan. Pengolahan
produk ikan bandeng yang semakin meningkat pada saat ini, seperti bandeng
presto yang semua tulang dan durinya menjadi lunak, yang menyebabkan
meningkatnya jumlah yang mengkonsumsi ikan bandeng, sehingga permintaan pasar
akan ikan bandeng akhir-akhir ini terus meningkat.
Kondisi ini memberikan peluang kepada pembudidaya
untuk mengembangkan usaha budidaya bandeng (Chanos chanos Forskal) di seluruh
wilayah Indonesia yang berpotensi sehingga dapat memenuhi ketersediaan pasokan
ikan bandeng.
Untuk memenuhi kebutuhan ikan bandeng yang terus meningkat dan berkesinambungan
hanya dapat dilakukan melalui pengembangan budidaya. Dengan terus berkembangnya
teknologi pembenihan ikan bandeng, memungkinkan teknologi pembesaran ikan
bandeng dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak menjadi
kendala dalam teknologi pembesarannya.
Klasifikasi Ikan Bandeng
Secara taksonomi bandeng dapat diklasifiksasikan sebagai berikut:
Class
: Pisces Sub
Class
: Teleostei Ordo
: Copterygii Family
: Chanidae Genus
: Chanos Spesies
: Chanos chanos Forskal
Morfologi Ikan
Bandeng
Ikan bandeng di Indonesia dikenal juga dengan nama Bandang, Bolu, Muloh, dan
Agam, tetapi dalam perdagangan internasional ikan bandeng dikenal dengan
sebutan Milk fish.
Ikan bandeng memiliki ciri khas yaitu bentuk badan yang langsing berbentuk
torpedo, sirip ekor bercabang (tanda ikan perenang cepat), berwarna keperak-perakan,
mulut terletak di ujung kepala dengan rahang tanpa gigi, lubang hidung terletak
di depan mata, mata diselimuti selaput bening (subcutaneous). Panjang badan di
laut dapat mencapai 1 meter tetapi dalam tambak panjangnya tidak lebih dari 50
cm. Hal ini disebabkan karena pengaruh keterbatasan ruang gerak, dan karena
sengaja dipanen sebelum menjadi dewasa.
Proses Pembesaran Ikan Bandeng
Dalam usaha pembesaran pada hakekatnya merupakan pengelolaan lanjutan dari
kegiatan penggelondongan yang dilakukan dengan menggunakan metode budidaya
dengan tujuan meningkatkan produksi tambak. Metode budidaya yang dapat dilakukan antara lain
yaitu metode budidaya bandeng secara tradisional yang disempurnakan, metode
progresif, metode modular, dan metode penebaran berganda. Dari keseluruhan metode tersebut inti kegiatan
budidayanya sama yaitu meliputi perbaikan dan persiapan tambak,
penebaran ikan, perawatan selama pemeliharaan, pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit, pemberian pakan tambahan, dan mempertahankan kualitas air agar tetap
layak.
1. Pemilihan Lokasi
Lokasi tambak budidaya ikan bandeng yang dipilih mempunyai persyaratan antara
lain:
·Lahan
mendapatkan air pasang surut air laut. Tinggi pasang surut yang ideal adalah
1,5 – 2,5 m. Pada lokasi yang pasang surutnya lebih rendah dibawah 1 meter maka
pengelolaan air menggunakan pompa.
·Tersedia air
tawar untuk mengatur kadar garam yang sesuai bagi pertumbuhan ikan
bandeng.
·Tekstur tanah
yang ideal adalah liat berpasir, karena tanah ini dapat menahan air dengan
baik.
·Lokasi ideal
terdapat sabuk hijau (green belt) yang ditumbuhi hutan mangrove dengan panjang
minimal 100 m dari garis pantai.
·Keadaan sosial
ekonomi mendukung operasional budidaya seperti keamanan yang kondusif.
Gambar 1. panen pada budidaya bandeng :)
2. Persiapan Tambak
Persiapan lahan adalah proses penyiapan lahan tambak mulai pengeringan lahan
sampai siap ditebar benih untuk pembesaran ikan bandeng. Persiapan tambak
sangat menentukan keberhasilan budidaya. Tahapan Persiapan tambak adalah
sebagai berikut: a. Perbaikan sarana dan Prasarana
Memperbaiki secara menyeluruh mulai pintu air, pematang, caren, saringan, saluran
pemasukan, saluran pengeluaran dan peralatan lainnya seperti pompa air, jala
lingkar (untuk sampling pertumbuhan ikan). b. Pengeringan Lahan
Lama pengeringan tergantung cuaca dan kondisi tanah. Tanah yang mempunyai
ketebalan lumpur dalam membutuhkan waktu lebih dari 3 minggu sedangkan tanah
liat berpasir membutuhkan waktu cukup 10 hari. Tujuan pengeringan ini adalah
mempercepat penguapan gas racun-racun, memberantas hama penyakit, mempercepat
proses penguraian dan menaikan pH tanah. c. Pengangkatan Lumpur
Endapan lumpur sisa pemeliharaan periode sebelumnya berwarna hitam dan terletak
ditengah tambak atau didekat pintu pengeluaran. Lumpur ini banyak mengandung
bahan organik dan gas-gas beracun seperti asam sulfida sehingga lumpur ini
perlu diangkat. Endapan lumpur diangkat kepermukaan tanggul. d. Pengapuran Tanah
Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah serta membunuh bakteri
pathogen yang ada dan organisme hama. Kapur yang digunakan untuk pekerjaan ini
adalah kapur pertanian (CaCO3). Dosis yang digunakan tergantung pada kondisi pH
tanah. Semakin rendah pH tanah maka kebutuhan kapur untuk pengapuran semakin
banyak. e. Pemupukan
Dalam pemeliharaan ikan bandeng penyediaan makanannya dapat berupa makanan
alami dan makanan buatan. Jenis makanan alami ditambak dapat berupa klekap,
lumut, plankton, dan organisme dasar atau benthos. Namun demikian jarang sekali
semua jenis tersebut dapat hidup dan tumbuh dalam tempat dan waktu yang
bersamaan. Hal ini tergantung dari keadaan kualitas tanah dan air serta kedalaman
air ditambak. Dalam penumbuhan pakan alami tersebut mempunyai
tatacara yang berbeda tergantung dari jenis pakan alami yang diinginkan.
Sehubungan dengan hal tersebut kebutuhan jenis pupuk yang digunakan untuk
proses penumbuhannya pun berbeda. Untuk penumbuhan klekap yang merupakan
kumpulan jasad renik yang disusun oleh algae biru, benthos, diatom, bakteria,
dan organisme renik hewani, diperlukan pupuk organik seperti dedak halus,
bungkil kelapa, kotoran sapi, kotoran kerbau, dan kotoran ayam.
Jumlah pupuk yang digunakan tergantung dari
kesuburan tanah tersebut, pada umumnya dosis pupuk organik berupa dedak halus
diperlukan 500-1000 kg/ha, bungkil kelapa diperlukan 500-1000 kg/ha, kotoran
kerbau/sapi 1000-3000kg/ha, kotoran ayam jumlah pupuk organik yang diperlukan
500 kg/ha.
Penggunaan pupuk anorganik dalam penumbuhan
klekap terdiri dari pupuk Urea dan TSP yang digunakan dengan perbandingan 2:1.
Dosis pupuk urea adalah 100 kg/ha dan TSP 50 kg/ha. Aplikasi pupuk anorganik
dilakukan setelah didahului oleh pemasukan air tahap pertama setinggi 5-10 cm
dan dikeringkan kembali. Pada pemasukan air berikutnya dilakukan dengan
ketinggian 10-15 cm yang selanjutnya dilakukan penebaran pupuk anorganik sesuai
dengan dosis tersebut. Penggunaan pupuk organik dilakukan dengan cara diletakan
pada beberapa tempat dibagian tambak secara merata sebelum dilakukan pemasukan
air tahap pertama.
Untuk penumbuhan pakan alami jenis lumut yang
komposisi utamanya adalah alga hijau berfilamen diperlukan kedalaman air antara
40-60 cm. Kisaran kadar garam yang diperlukan untuk penumbuhan lumut adalah 25
promil atau lebih. Jenis lumut yang umum tumbuh ditambak adalah lumut sutera
(Chaetomorpha sp), dan lumut perut ayam (Enteromorpha sp). Jenis algae hijau
filamen lainnya juga merupakan jenis lumut adalah Cladophora sp. dan Vaucheria
sp.
f. Pengisian
Air Sebelum Tebar
Pada saat terjadi pasang naik cukup tinggi air dimasukan kedalam tambak setelah
melalui saringan di pintu air pemasukan (inlet). Ketinggian air dipelataran
tambak lebih kurang 10 cm. Kemudian pintu air pemasukan ditutup dan air dalam
tambak dibiarkan selama tiga hari, dengan tujuan untuk memperbaiki struktur
tanah agar berada pada kondisi baik untuk pertumbuhan pakan alami.
Pada saat pemasukan air berikutnya dilakukan
penggunaan Saponin (tea seed) untuk pemberantasan hama yang ada di dalam tambak
dan untuk merangsang pertumbuhan phytoplankton. Setelah diberi saponin, tambak
dibiarkan hingga 5-7 hari. Setelah diyakini bahwa berbagai
hama di dalam tambak telah mati, maka pengisian air kembali dilakukan.
Pada tahap ini ketinggian air dipelataran cukup
10 cm dan dibiarkan selama 3 hari untuk dilakukan pemupukan dasar. Kemudian
setelah pemupukan dilakukan penambahan air pada tambak dilakukan secara
bertahap sesuai dengan pertumbuhan pakan alami (klekap). Pada ketinggian air 40
cm dari pelataran tambak maka air tambak dipertahankan untuk persiapan
penebaran benih ikan.
3. Persiapan Benih
Dalam persiapan benih ikan bandeng yang akan ditanam dalam proses pembesaran
terdapat beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakukan terlebih dahulu. Adapun
kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Kegiatan Peneneran Kegiatan peneneran adalah pemeliharaan benih ikan bandeng dari
ukuran nener hingga mencapai ukuran 5-7 cm. Ukuran benih ikan ini sudah dapat
digunakan pada kegiatan penggelondongan. Luas tambak untuk kegiatan peneneran
relatif lebih kecil dan biasa dikenal dengan sebutan baby box. Perbandingan
luas petak peneneran, penggelondongan, dan pembesaran adalah 1:9:90. lama
pemeliharaan dipetak peneneran berkisar 30-45 hari tergantung pada kondisi
pakan alami dan ukuran ikan. b. Kegiatan Penggelondongan Kegiatan penggelondongan adalah lanjutan pemeliharan benih dari
ukuran gelondongan kecil (pre-fingerling) hingga mencapai ukuran gelondongan.
Kegiatan penggelondongan ini dilakukan kurang lebih selama 30 hari atau pada
saat ukuran berat ikan antara 3-5 gr/ekor. Setelah kegiatan penggelondongan
baru benih ikan bandeng dapat dipelihara di petak pembesaran.
4. Penebaran Benih
Faktor-faktor penebaran benih yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut
(Mudjiman, 1988): a. Padat Tebar
Benih ikan bandeng yang ditebar dipetak pembesaran untuk menghasilkan ikan
ukuran konsumsi disesuaikan dengan metode pembesaran ikan bandeng yang
dilaksanakan. Untuk metode tradisional yang disempurnakan padat tebarnya adalah
2-3 ekor/ m2. Lama pemeliharaan pada pembesaran ikan bandeng
dengan metode tradisional yang disempurnakan adalah 4 bulan. b. Waktu Penebaran
Penebaran benih bandeng harus segera dilaksanakan setelah petakan tambak siap
untuk pemeliharaan. Warna air tambak terlihat kehijauan oleh plankton.
Keterlambatan penebaran akan memberikan peluang hama dan penyakit berkembang
didalamnya. Waktu penebaran dilakukan sore hari atau
menjelang matahari terbenam pukul 16.00-18.00 atau pagi hari sebelum matahari
terbit sampai pukul 07.30 karena pada waktu ini kondisi fluktuasi suhu tidak
mencolok, parameter air dan lingkungan tidak banyak berubah. c. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah proses penyesuaian biota yang dipelihara dengan lingkungan
baru yang akan digunakan untuk budidaya ikan. Melalaui proses adaptasi ini
secara fisiologi dan kebiasaan hidupnya secara perlahan-lahan disesuaikan
dengan lingkungan barunya. Dalam kegiatan aklimatisasi sebelumnya telah
disediakan petakan khusus yaitu petakan yang sangat sempit yang dibuat hanya
untuk sementara dalam kegiatan aklimatisasi atau penyesuaian benih pada tambak.
Ukuran petak ini disesuaikan dengan banyaknya benih yang akan ditebarkan. Petakan ini dibuat di dekat pintu air dan
dibatasi oleh pematang yang sempit (kecil). Diatas pematang dibangun atap yang
terbuat dari gedek bambu yang dilapisi dengan plastik atau dari daun kelapa
(welit). Kegunaan atap ini adalah sebagai pelindung bagi
benih dari sengatan sinar matahari yang kuat dan hujan, karena air hujan yang
langsung mengalir kepetak aklimatisasi dapat menyebabkan kematian pada benih.
Petak aklimatisasi ini diperlukan baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan.
5. Pemberian Pakan
Pakan merupakan komponen penting karena mempengaruhi pertumbuhan ikan,
lingkungan budidaya serta memiliki dampak fisiologis dan ekonomis. Kelebihan
pemberian pakan akan menyebabkan bahan organik yang mengendap terlalu banyak
sehingga akan menurunkan kualitas air demikian juga kekurangan pakan akan
menyebabkan pertumbuhan ikan turun dan tubuhnya lemah sehingga daya tahan
terhadap penyakit menurun. Pakan disebarkan secara merata ke dalam tambak.
Jenis pakan yang diberikan adalah pakan buatan
dan pakan alami. Pakan buatan berbentuk pellet dengan berbagai ukuran yang
disesuaikan dengan ukuran (size) ikan. Kandungan nutrisi yang dibutuhkan dalam
pakan ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) antara lain protein, karbohidrat,
lemak, asam lemak, vitamin serta mineral. Pakan hidup adalah organisme hidup dalam tambak
yang berfungsi sebagai pakan ikan. Pada umumnya jenis pakan ini adalah
plankton. Fungsi plankton disamping sebagai pakan alami bagi ikan adalah
penghasil oksigen dalam air.
6. Monitoring Pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan dalam petakan
tambak secara individu, populasi dan biomas yang dilakukan secara periodik.
Pengamatan pertumbuhan dilakukan dalam pengambilan contoh (sampel) dan
pemeriksaan ikan dengan dilakukan penjalaan (Jala tebar). Untuk mengamati
respon ikan terhadap pakan serta kesehatan ikan dapat diamati menggunakan anco,
sedangkan pengamatan pertumbuhan dan kelangsungan hidup dilakukan pengamatan
langsung berupa jumlah yang mati. Data yang terkumpul selanjutnya dapat
digunakan untuk menentukan jumlah pakan yang akan diberikan.
Monitoring pertumbuhan ini digunakan untuk
menentukan jumlah pakan, infeksi hama penyakit serta waktu panen yang tepat.
Pengambilan sampel atau sampling dilakukan tidak hanya pada satu titik tambak,
atau hanya pada sisi tambak dimana ikan sering diberi pakan, tetapi harus
dilakukan pada lima titik tambak, yaitu bagian tengah tambak dan empat titik
yang lainnya yaitu empat sudut pada tambak. Hal ini bertujuan agar sampling
atau pengambilan sampel yang dilakukan dapat benar-benar mewakili organisme
yang dibudidayakan di tambak secara akurat. 7. Perawatan Tambak Selama pembesaran
Untuk keberhasilan maka perlu dilakukan perawatan dengan baik selama
pemeliharaan. Perawatan tersebut meliputi pengaturan air, perawatan pintu dan
pematang, pemupukan susulan serta pemberian pakan tambahan.
a. Pengaturan Air Selama pemeliharaan, kualitas dan kedalaman air harus
diperhatikan, sehingga benih dapat hidup dengan layak. Pergantian air yang
teratur mempunyai keuntungan dalam menjaga kualitas air tetap baik. Selain itu,
unsur hara dan organisme makanan benih ikan bandeng dapat disuplai ke tambak.
Bila air tambak tidak pernah atau jarang diganti, akan menyebabkan
terakumulasinya bahan beracun di tambak dan itu sangat berbahaya bagi kehidupan
benih. Pergantian air dilakukan secara teratur bersamaan dengan adanya air
pasang. Caranya adalah dengan mengeluarkan setengah atau sepertiga bagian air
tambak sebelum terjadi air pasang, kemudian diganti dengan air pasang yang baru
sampai ketinggian air semula. Pada saat setelah terjadi hujan, maka air di tambak perlu segera
diganti, karena air hujan akan mengencerkan salinitas. Hal ini dapat
membahayakan kehidupan ikan yang sedang dipelihara. Kemudian juga untuk menjaga
salinitasnya agar tetap stabil dan baik (payau) diperlukan juga sumber air
tawar, sumber air tawar bisa diperoleh dari air sungai.
b. Perawatan Pintu dan Pematang
Untuk menunjang keberhasilan pemeliharaan benih, pematang dan pintu tambak
harus selalu diperiksa dan dirawat dengan baik. Maksud perawatan ini adalah
untuk mencegah terjadinya kebocoran atau rembesan air dari dalam tambak serta
mencegah hilangnya benih. Demikian pula saringan di pintu tambak harus
dibersihkan dengan sikat, untuk memudahkan dalam pertukaran air. c. Pemupukan Susulan
Sebelum kondisi makanan alami di tambak menipis (habis), segera dilakukan
pemupukan susulan. Pemupukan ini dimaksudkan untuk mensuplai unsur hara kedalam
tambak, sehingga dapat menunjang pertumbuhan makanan alami. Jumlah pupuk yang
diberikan tergantung dari kesuburan makanan alami yang ada. Sebagai patokan dapat
digunakan pupuk Urea dan TSP dengan dosis masing-masing 10 kg/ha. Dapat juga
ditambah dedak halus sebanyak 100 kg/ha. Selain sebagai pupuk, dedak halus juga
berfungsi sebagai makanan tambahan.
8. Pengamatan
Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang sering mengganggu kegiatan budidaya ikan bandeng adalah
sebagai berikut: a. Jenis-jenis hama berupa:
·Ikan pemangsa
seperti Kakap, Kerong-kerong, Payus, Bulan-bulan dan jenis ikan penyaing
seperti Tilapia, dan Belanak.
·Ketam/kepiting,
Belut, Tonang, yang merupakan hama yang sering membuat lubang dan merusak
pematang pada tambak.
·Ular air dan
Burung seperti, Pucuk ikan, Bangau, dan lainnya, sebagai pemangsa yang sering
mengancam kehidupan ikan dalam kegiatan budidaya di tambak.
Selain itu
perlu diperhatikan pengontrolan tambak secara terus-menerus yaitu mengurangi
atau membasmi organisme pengganggu atau pemakan bentik yang tumbuh di sekitar
tambak. Larva chironomid, cacing polychaete, dan siput yang merupakan sumber
penyakit. Penggunaan kapur dan urea pada saat persiapan tambak akan membasmi
organisme tersebut. b. Metode Pengandalian Hama
Ada 2 metode pengendalian hama yaitu :
1. Secara fisik dan
2. Secara kimiawi
Secara fisik antara lain dengan cara :
a. Pengeringan dasar tambak
b. Pemasangan saringan pada pintu air
c. Pemasangan perangkap
d. Pemasangan tali-tali tidak berwarna (nylon) yang direntangkan di atas tambak
untuk mencegah burung pemangsa.
Tabel 1.Jenis pestisida dan
dosis penggunaan berdasarkan jenis hama
No
Jenis Hama
Pestisida
Dosis
efektif
(bahan
total)
Per
hektar
1
Berbagai jenis
Ikan liar
Bungkil biji teh
(bahan aktif saponin)
15-20 kg
Rotenon (tepung)
3-5 kg
Akar tuba
7-10 kg
2
Trisipan
(sumpil)
Brestan 60 G
0,5 kg
Basudin 60 EC
0,5 lt
Sumition 50 EC
0,1 lt
Diazinon 60 EC
0,1 lt
Brantasan (bubuk)
0,3 kg
3
Larva
chironomid
Sumition 50 EC
0,1 lt
4
Kepiting
Sevin (bubuk)
2 kg
c. Cara Pemakaian Pestisida
1.Bungkil biji teh ditumbuk
hingga halus (bubuk), kemudian direndam dalam air selama semalam. Disebar
merata ke dalam tambak.
2.Bubuk rotenon dicampur dengan
air secukupnya, kemudian disebar merata ke dalam tambak.
3.Akar tuba ditumbuk hingga halus
(bubuk), direndam dalam air selama satu malam, kemudian diambil ekstraknya dan
disebarkan merata kedalam tambak.
4.Brestan dicampur air
secukupnya, kemudian disebar merata ke dalam tambak. Setelah aplikasi tambak
harus direklamasi (genangi tambak dengan air laut atau payau selama 1 malam,
lalu kuras)
5.Sevin, dengan membuat umpan
dari ikan rucah yang dilumuri dengan bubuk sevin, kemudian ditaruh disekitar
lubang kepiting (pada saat pemeliharaan) atau disebar merata pada saat persiapan
tambak (tambak berair sekitar 10 cm) dan setelah aplikasi tambak perlu dicuci.
d. Penyakit
pada Bandeng
Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulan gangguan pada ikan,
sehingga dapat menimbulan kerugian dalam bereproduksi. Timbulnya penyakit pada
ikan disebabkan oleh ketidakserasian antara 3 faktor, yaitu kondisi lingkungan,
kondisi ikan itu sendiri, dan organisme patogen.
Jenis penyakit yang pernah dilaporkan yang menyerang ikan bandeng adalah:
1.Sisik atau kulit kotor penyakit
ini disebabkan oleh Caligus Sp dan Piscicolla Sp, gejalanya yaitu nafsu makan
ikan berkurang, susunan sisik rusak, ikan terlihat malas.
2. Sirip ekor patah dan
rusak penyakit ini disebabkan oleh Fiorrot disease
9. Pemanenan
Setelah ikan bandeng mencapai ukuran konsumsi, maka dilakukan pemanenan. Panen
dapat dilakukan secara bertahap (selektif) maupun secara total. a. Panen Bertahap
Panen bandeng secara bertahap dapat dilakukan
dengan metode menyerang air atau yang dikenal dengan sebutan ngerocok. Hal ini
sesuai dengan sifat bandeng yang selalu menentang arus (aliran air). Caranya
adalah pada saat surut air tambak dikeluarkan sebagian. Kemudian pada saat
terjadi pasang yang cukup tinggi, air baru dimasukan ke tambak melalui pintu
air yang ditutup dengan saringan kasar, ikan bandeng akan segera menyongsong
datangnya air baru tersebut. Dengan demikian, ikan akan terkumpul dalam petak
penangkapan (catching pond). Selanjutnya ikan tersebut ditangkap dengan
menggunakan jaring.
b. Panen Total
Pada umumnya panen bandeng
secara total dilakukan dengan cara pengeringan tambak. Caranya adalah air dalam
tambak dikeluarkan secara perlahan-lahan sampai air yang ada didalam tambak
hanya mengisi bagian pada caren saja. Ikan bandeng akan berkumpul di caren
tersebut. Pemanenan dapat dilakukan dengan alat berupa jaring yang ditarik
(diseret) sepanjang caren. Dapat juga menggunakan kerai bambu yang didorong
sepanjang caren oleh beberapa orang. Dengan kerai ini, ikan dikumpulkan disuatu
tempat tertentu yang luasnya terbatas (sempit). Selanjutnya dilakukan
penangkapan dengan alat tanggok (scoop net).
Pemasaran
Pemasaran merupakan lanjutan aktivitas pasca panen yang menentukan harga.
Tinggi rendahnya harga di tingkat petani pembudidaya ikan bandeng seringkali merupakan
manipulasi dari pedagang pengumpul atau perantara untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih besar.
Harga sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan dari konsumen dan penawaran
dari produsen yang efektif, pasok uang harga, barang subtitusi, faktor musim,
margin pemasaran, pola distribusi, kebijaksanaan harga dan harga tingkat umum.
Gambar 2,3, dan 4 berbagai metode budidaya & sistem panen Ikan Bandeng :)
Terimakasih :)
Video 1. Pengobatan anak Kucing (kitten) distemper @ Klinik Hewan happiness Bandung :)
Video 2. Pengobatan kutu di bawah kulit (scabies) dogy corso @ Klinik Hewan Happiness bandung :)